Diduga Teroris, Polisi Tangkap 49 Santri Pesantren Darul Aqfiah

maiwanews – Kepolisian Jawa Timur menangkap 49 orang santri Pesantren Darul Aqfiah, Desa Kepuk, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, karena kegiatannya diduga mengarah pada aksi teror. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar menjelaskan penangkapan dilakukan setelah mendapat informasi dari masyarakat. Bersama para santri ditemukan beberapa barang bukti oleh Polres Nganjuk, diantaranya senjata api.

”Polres Nganjuk Polda Jawa Timur telah mengamankan, sejumlah santri di pondok itu, yaitu ada 49 orang”, kata Brigjen Boy. Ia mengatakan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti seperti senjata api laras panjang, amunisi, dan senjata tajam. Diduga kuat kegiatan-kegiatan mereka mengarah pada aksi terorisme.

Selain barang bukti berupa senjata, ditemukan juga buku-buku bernuansa jihad, termasuk beberapa
dokumen. Menurut Brigjen Boy, saat ini kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap 49 orang santri itu terkait dugaan-dugaan aktivitas teror. Termasuk di antaranya, melihat apakah ada keterkaitan antara mereka dengan kelompok-kelompok jaringan teroris lainnya. Polisi juga memeriksa Nasirudin Ahmad alias Landung, pimpinan pondok Pesantren Darul Aqfiah tersebut.

Dugaan sementara pondok pesantren itu digunakan untuk pelatihan-pelatihan aksi teror. Pelatihan-pelatihan menggunakan senjata tajam, senjata api, dan latihan fisik menimbulkan kecurigaan warga. Untuk itu petugas Polda Jawa Timur melakukan aksi pengamanan. Apabila nanti dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi pelanggaran hukum, tentu akan diambil langkah-langkah hukum, demikian Brigjen Boy menjelaskan.

Pengamat teroris, Wawan Purwanto kepada VOA mengatakan, asas praduga tak bersalah harus tetap digunakan dalam penangkapan 49 orang santri ini. Karena menurutnya, jangan sampai polisi melakukan kesalahan dalam melakukan pengungkapan kasus-kasus terorisme.

”Untuk pembuktian lebih lanjut, tentu akan ada proses hukum dan juga proses dimana nanti ada keterangan saksi, keterangan ahli serta olah tempat kejadian perkara. Oleh karena itu kita tetap pakai asas praduga tak bersalah. Artinya sebelum mereka itu ada ketok palu dari pengadilan, maka mereka masih kita anggap sebagai orang yang bersih”, kata Wawan.

Menurut Wawan, sebelum menangkap polisi tentunya cukup mempunyai bukti-bukti awal. Meskipun polisi pernah melakukan salah tangkap. Sebab ini sangat sensitif jika terjadi salah tangkap. Meski demikian Wawan Purwanto menambahkan, untuk kedepannya perlu ada komunikasi secara intensif antara pihak kepolisian dengan pihak terkait seperti dinas pendidikan dan kementerian agama untuk mengantisipasi munculnya kasus-kasus seperti itu. (aso/VoA)