Fadli Zon: Jaksa 3 Kali Keluarkan Sprindik Untuk La Nyalla, Itu Dagelan

maiwanews – Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, dengan kemenangan sebanyak dua kali di sidang praperadilan Pengadilan Negeri Surabaya, seharusnya La Nyalla Mattalitti dengan sendirinya dibebaskan dari tuntutan hukum.

Hal itu diungkapkan Fadli Zon menanggapi sikap Jaksa Agung HM Prasetyo yang memastikan tetap akan menerbitkan sprindik ketiga untuk La Nyalla Mattalitti atas kasus dugaan korupsi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.

“3 kali keluarkan sprindik ini kan dagelan. Kejaksaan lakukan dagelan, harusnya (La Nyalla Mattalitti) dibebaskan saja sesuai dengan apa yang menjadi ketetapan pengadilan,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Menurut Fadli Zon, seharusnya kejaksaan sebagai lembaga hukum seharusnya yang terdepan memberi contoh dalam menghormati hukum dalam hal ini hasil keputusan pengadilan.

Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, jangan sampai tidak ada kepastian hukum atas kasus La Nyalla yang bisa memberi kesan bahwa dunia peradilan di Indonesia semakin terinjak-injak.

Fadli mengungkapkan, sangat aneh jika jaksa mengeluarkan sprindik sampai 3 kali. Karenanay ia meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Jaksa Agung dan tidak melakukan pembiaran.

“Seorang La Nyalla bahkan harus dicabut paspornya, PKI saja enggak dicabut paspornya. Cabut paspor ini sudah melakukan pelanggaran HAM, masa seorang tersangka bukan terdakwa dicabut paspornya,” cetus Fadli.

Fadli berpandangan, apa yang terjadi ini merupakan pelanggaran berat yang dilakukan Kemenkumham dan Kejaksaan Agung yang membuat hukum jadi dagelan dengan dua kali kalah praperadilan namun kembali keluarkan sprindik baru.

Seperti diketahui, hakim dua kali mengabulkan gugatan La NYalla Mattalitti tentang dugaan korupsi hibah Kadin Jatim tahun 2012 sesuai sprindik penetapan tersangka nomor 397/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal 12 April 2016 dan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesuai sprindik nomor 447/0.5/Fd.1/04/2016 tertanggal 22 April 2016.

Hakim praperadilan Pengadilan Negeri Surabaya berpendapat, kedua sprindik tersebut tidak sah dan cacat hukum.