Presiden Harus Tegur Mendagri Jika Lantik Hambit Bintih

Habiburokhmanmaiwanews – Polemik jadi atau tidaknya Hambit Bintih dilantik dinilai sudah terlalu lama, tidak produktif dan harus segera diakhiri. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus bertindak tegas dengan memberikan teguran keras kepada Mendagri kerena bersikeras untuk melantik Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas meskipun dia berada dalam tahanan KPK karena berstatus sebagai tersangka kasus korupsi. Demikian disampaikan Ketua Bidang Advokasi DPP Gerindra Habiburokhman,S.H.,M.H.

Teguran tersebut menurut Habib harus disampaikan dalam bentuk tertulis dengan alasan detail dan jelas mengapa Kemendagri tidak patut mengagendakan pelantikan Hambit Bintih. Presiden tidak bisa hanya mengeluarkan himbauan abstrak dan multiinterpretatif melalui media massa karena hal tersebut sangat mudah disalahartikan.

Habib mengatakan bahwa dalam sistem pemerintahan kita sebagaimana diatur dalam Bab V Pasal 17 UUD 1945, Menteri adalah pembantu Presiden untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan. Hal tersebut diperjelas dengan ketentuan Pasal 3 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementrian yang berbunyi : “Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”.

Tugas menteri adalah tugas Presiden yang didistribusikan, jadi sangatlah wajar jika terjadi penyimpangan kasat mata atas pelaksanaan tugas tersebut Presiden memberikan teguran kepada menteri agar “kembali ke jalan yang benar”.

Menurut Habib, rencana pelantikan Hambit Bintih mengandung dua penyimpangan serius. Pertama, pelantikan tersebut melanggar Pasal 108 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Peerintahan Daerah yang berbunyi “Jika Kepala Daerah terpilih berhalangan tetap, wakil Kepala Daerah Terpilih dilantik sebagai Kepala Daerah”. Dalam kasus ini sangat jelas bahwa Hambit Bintih berhalangan tetap karena tidak akan bisa melaksanakan tugasnya sebagai Bupati meskipun ia dilantik.

“Kemendagri tidak bisa berdalih akan menonaktifkan Hambit Bintih jia dia sudah berstatus terdakwa. Perlu digarisbawahi bahwa dalam kasus-kasus tipikor yang ditangani KPK, seseorang yang berstatus sebagai tersangka dipastikan akan juga berstatus sebagai terdakwa karena KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan”, kata Habib.

Dalam hal ini tidak ada perbedaan signifikan antara status tersangka dan terdakwa karena syarat penetapannya sama, yaitu adanya bukti permulaan yang cukup berupa dua alat bukti. Hal ini berbeda dengan penyidikan perkara biasa yang disidik Kepolisian atau Kejaksaan Agung dimana bisa saja seseorang yang sudah berstatus tersangka dihentikan kasusnya sebelum persidangan dan batal menjadi terdakwa.

Kedua, pelantikan tersebut melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia dan terutama masyarakat Gunung Mas. Akan sangat menyakitkan bagi masyarakat Gunung Mas jika di tengah penderitaan mereka yang hidup dalam berbagai keterbatasan, justru Kemendagri melantik seorang tersangka korupsi sebagai Bupati.

“Kami perlu mengingatkan agar Presiden SBY harus lebih berhati-hati menjalankan roda pemerintahan menjelang akhir masa jabatan periode kedua. Jika SBY benar-benar menginginkan soft landing, maka kerja para menterinya harus dipastikan senantiasa sesuai dengan hukum dan perundangundangan yang berlaku.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, perlu ada perhatian khusus jangan sampai kebijakan yang diambil oleh para menteri bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. “Kita tidak ingin komitmen Presiden SBY yang serius memberantas korupsi dinodai oleh tindakan tidak pro pemberantasan korupsi seperti halnya pelantikan Hambit Bintih ini”, ujar Habib.

Jika pelantikan itu jadi dilaksanakan, menurut Habib mungkin hanya terjadi di Indonesia, seorang tersangka korupsi dilantik menjadi kepala daerah di dalam penjara. (R18 | Foto: Habiburokhman)