Serikat Petani Nasional Minta PT AUS Bertanggung Jawab

maiwanewws – Serikat Petani Nasional (SPN) meminta PT AUS untuk bertanggung jawab terkait proyek pembangunan kebun petani plasma di Puan Cepak dan Sedulang, Muara Kaman, Kalimantan Timur.

Humas SPN, Nanang Junaedi, di Jakarta mengatakan secara keseluruhan pembangunan kebun plasma tersebut tidak sesuai target yang dijanjikan oleh Kontarktor PT AUS. Seharusnya pada Desember 2009 telah terealisasi 80% perkebunan dari total keseluruhan luas lahan, nyatanya yang terealisasi baru 30 % atau ekuivalen dengan 805 Hektar.

PT AUS mendapat proyek tersebut setelah terjadi perjanjian 3 pihak antara PT AUS, Koperasi Sawit Sendowan selaku perwakilan petani dan PT KAM selaku perusahaan inti pada tahun 2007. Dengan adanya perjanjian 3 pihak tersebut, maka hak dan tanggung-jawab pembangunan kebun plasma dialihkan dari PT KAM kepada PT AUS.

“Untuk membangun kebun plasma petani tersebut, PT AUS mengajukan kredit ke Bank Kaltim sebesar Rp 119 Milliar. Akan tetapi jika dibandingkan dengan luasnya perkebunan yang hendak dibangun, nilai kredit yang dikucurkan oleh Bank Kaltim jauh melampaui kebutuhan dana pembangunan perkebunan di wilayah Kalimantan Timur”, ujar Nanang.

Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor 60/Kpts/RC.110/4/08 Tentang Satuan Biaya Maksimum Pembangunan Kebun Peserta Program Revitalisasi Perkebunan di Lahan Kering, biaya pembangunan kelapa sawit perhektar di Kalimantan Timur adalah Rp 29.653.000. Dengan demikian, untuk membangun 2005 ha kebun kelapa sawit plasma adalah tak lebih dari Rp 59.454.265.000.

Nanang menjelaskan bahwa hingga saat ini telah dikucurkan kredit senilai Rp 87 milyar, berarti patut diduga bahwa terjadi mark up nilai pembangunan perkebunan plasma kelapa swait sebesar Rp 27.545.735.000 (duapuluh tujuh milayar lima ratus empatpuluh lima juta tujuhratus tigapuluh lima ribu rupiah).

“Anehnya walaupun sudah demikian tinggi nilai mark up-nya, setelah dana kredit dikucurkan oleh BPD Kalimantan Timur kepada PT Anugerah Urea Sakti, pembangunan perkebunan plasma kelapa swait di Desa Puan Cepak tersebut berjalan sangat lamban dan meleset sangat jauh dari jadwal yang dilaksanakan”, kata Nanang.

Beberapa hari lalu Nanang mengaku mendapat informasi bahwa pemilik PT AUS, Juhni Mirza sdh menyatakan “menyerah” untuk melanjutkan pembangunan. Bahkan ia telah menjual PT AUS kepada seorang pengusaha asal Surabaya bernama Bahtiar.

Tidak dibangunnya kebun plasma walaupun sudah mendapat kucuran kredit dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena Bank Kaltim adalah Badan Usaha Milik Daerah. Nanang juga mempertanyakan, dikemanakan dana sebesar Rp 87 Miliar tersebut oleh Sdr Juhni Mirza.

Selain merugikan keuangan Negara, menurut Nanang, perbuatan Juhni juga telah menyengsarakan ribuan petani plasma. Mereka sudah bertahun-tahun berharap agar kebun plasmanya bisa dibangun. Jika dilihat dari jumlah potensi kerugian keuangan Negara yang mencapai hamper Rp 100 Milliar, maka kasus ini jelas merupakan kasus korupsi kakap yang pengusutannya harus diprioritaskan.

“Pembangunan kebun plasma petani harus tetap dilanjutkan. PT AUS yang telah terikat dalam perjanjian mempunyai kewajiban mutlak untuk menyelesaikan pembangunan kebun plasma”, jelas Nanang.