Meski Tolak Sistem Tertutup, JK Kritik Politik Uang di Proporsional Terbuka

maiwanews – Mantan Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla atau JK setuju pemilihan umum (Pemilu) 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka tapi mengkritik maraknya politik uang dalam sistem itu.

Menurut JK, kelemahan dalam sistem proporsional terbuka memang ada yaitu makin maraknya politik uang. Kelemahan itu kata JK yang harus diperbaiki, bukan dengan mengganti sistemnya.

JK mengatakan, pemilih kita perlu dikembalikan kepada sistem pemilu yang baik. Mengingat selama ini ujar dia, masyarakat sepertinya mulai menikmati kebiasaan pemberian amplop dari para calon.

“Jadi ini (pemberian amplop ke calon pemilih) kadang-kadang kurang obyektif,” kata JK dalam keterangannya usai menghadiri Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).

Kebiasaan memberi amplop ke calon pemilih itulah ucap JK, merupakan salah satu kelemahan dari sistem proporsional terbuka yang perlu dibenahi.

JK menjelaskan, situasi dalam sistem pemilu proporsional ini menuntut para calon berinteraksi langsung dengan masyarakat, sehingga membutuhkan biaya besar bagi para calon yang belum dikenal masyarakat.

JK melanjutkan, persaingan penggunaan uang ini biasanya terjadi antara calon dari sesama partai. “Makanya saya bilang kadang-kadang, jeruk makan jeruk,” ujar dia lagi.

Namun demikian ujarnya, hal itu bisa diantisipasi dengan cara para calon turun ke masyarakat sejak dini. Namun kata dia, ini hanya dilakukan bila calon yang bersangkutan memang benar-benar memiliki jiwa pengabdian di masyarakat.

“Bahwa biaya itu besar, tentu saja ada biayanya. Tetapi kalau dia memang punya pengabdian di masyarakat sebelumnya, dekat dengan masyarakat sebelumnya, kan sistemnya dapil kan, kalau memang dia orangnya mau mengabdi ke dapil sejak sebelumnya, dia nggak perlu uang banyak,” ujarnya.

Karena itu, JK mendukung sistem Pemilu proporsional terbuka saat ini dipertahankan tetapi dengan memperbaiki kekurangannya.

Sebab sistem ini ungkapnya, lebih ideal dibandingkan sistem Pemilu proporsional tertutup karena membuat interaksi calon dengan masyarakat sangat minim, interaksi lebih banyak dilakukan partai.

Kalau sistem terbuka sambung JK, maka para calon itu ikut berkampanye. “Kalau tertutup, biasanya mereka diam saja. Kalau sudah dapat nomor urut 1,2, 3, ya sudah pasti terpilih. Jadi tidak ada kegiatan dari pada calon itu,” pungkas JK.

Seperti diketahui, PDIP yang merupakan satu-satunya partai yang lolos ke Senayan mengusulkan Pemilu mendatang kembali ke sistem proporsional tertutup yakni penetuan calon jadi berdasarkan nomor urut, buka suara terbanyak.

Delapan partai lainnya yakni Golkar, NasDem, Demokrat, PKS, PPP, PAN, PKB dan terakhir Gerindra menolak ususlan PDIP tersebut.