Pengadilan Tinggi DKI Tolak Banding Antasari & Williardi

Antasarimaiwanews – Majelis Hakim memutuskan menolak banding yang diajukan oleh terdakwa Antasari Azhar dan Williardi Wizard. Keputusan itu diambil Majelis Hakim dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis, 17 Juni 2010.

Penolakan banding tersebut, sekaligus menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman 18 tahu penjara dan mantan Kapolres Jakarta Selatan, Williardi Wizard 12 tahun penjara.

Terhadap Antazari, putusan penolakan banding Majelis Hakim tetap berdasarkan pada fakta sebelumnya bahwa Antasari bertemu dengan Rani Juliani di kamar Hotel. Dan menurut Majelis Hakim, dalam pertemuan itu, Antasari terbukti melakukan perbuatan tidak terpuji.

“Sesuai fakta yang diperoleh dalam persidangan bahwa terdakwa bertemu dengan Rani Juliani di Hotel daerah Jakarta Selatan di mana isinya bukan hanya menawarkan keanggotan golf tapi ada skandal,” kata hakim anggota Putu Widyana saat membacakan vonis di PT DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Juni 2010.

Alat bukti yang menjadi dasar keputusan Majelis Hakim PT DKI Jakarta adalah pengakuan saksi Rani Juliani bahwa telah terjadi perbuatan tidak terpuji dan bukti rekaman pembicaraan Antasari dengan Rani.

Padahal menurut Pengacara Antasari, Juniver Girsang, alat bukti rekaman tidak dapat digunakan sebagai sebuah alat bukti dalam kasus ini. Bukti rekaman hanya dapat digunakan sebagai bukti pada kasus teroris dan tindak pidana khusus lainnya seperti korupsi.

Keberatan Antasari atas putusan PT DKI Jakarta adalah, Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti meringankan Antasari seperti kesaksian Susno Duadji, bukti adanya teror via sms yang telah dimentahkan oleh tim ahli IT dari ITB, dan kesaksian ahli forensik Mu’nim Idris bahwa jenazah Alm Nasruddi Zulkarnain diterima dalam keadaan tidak asli.

Fakta lain berupa keterangan beberapa saksi ahli dari Perbakin terkait jenis senjata serta ukuran peluru, menurut pengacara Antasari, merupakan hal yang seharusnya menjadi pertimbangan Majelis Hakim PT DKI Jakarta dalam memutuskan.

Putusan PT DKI Jakarta ini menguatkan pendapat bahwa telah terjadi rekayasa besar dalam kasus ini. Menurut pengacara Antasari lainnya, Muhammad Assegaf, keanehan besar terjadi yakni pada kedatangan Juliani ke kamar hotel Antasari dengan diantar sendiri oleh suaminya, Alm Nasruddin.

Alm Nasruddin menunggu Rani di luar hotel, namun tidak lupa ia memerintahkan Rani untuk merekam seluruh pembicaraan Rani denga Antasari. Hasil rekaman ini salah satu yang kemudian menjadi dasar yang memberatkan Antasari.

Perintah melakukan perekaman itu yang dianggap Muh Asegaf yang disampaikan usai pembacaan vonis PT DKI Jakarta sebagai bukti jebakan akan adanya upaya rekayasa besar menjungkalkan Antasari dari kursi ketua KPK.

Padahal Assegaf mengingatkan, Antasari terjebak kasus perencanaan pembunuhan karena adanya motif tidak ingin diketahui “skandal” nya dengan Rani oleh publik. Sementara “skandal” itu sendiri hanya berdasarkan pengakuan saksi Rani semata.