Kemenkumham Jatim Gelar Rakor Dilkumjakpol Untuk Dorong Penerapan Pidana Alternatif

maiwanews – Kanwil Kemenkumham Jatim terus mendorong penerapan pidana alternatif sesuai yang diamanatkan KUHP baru. Hal itu menjadi agenda utama dalam rapat koordinasi (Rakor) antara pengadilan, kemenkumham, kejaksaan dan kepolisian (dilkumjakpol), digelar di Aula Raden Wijaya, Rabu (24/04/2024).

Kakanwil Kemenkumham Jatim Heni Yuwono mengatakan bahwa penanganan overcrowded di lapas dan rutan harus terus berjalan, serta dikembangankan cara-cara yang lebih efektif.

Heni menegaskan bahwa membangun terus menerus bangunan penjara bukanlah solusi utama, karena membutuhkan anggaran yang tidak murah. Selain itu, pemenuhan hak-hak bersyarat seperti remisi, PB, CB CMB, CB dan asimilasi kepada warga binaan yang selama ini telah diberikan, belum juga cukup mengurangi overcrowding.

“Menghambat dari hulu atau meminimalisir Tindakan pemenjaraan bagi pelanggar hukum bisa menjadi langkah yang relative lebih ‘murah’ dan berdampak,” tutur Heni.

Karena pelaku pelanggaran hukum, lanjut Heni, didorong ‘membayar’ langsung perbuatannya kepada korban dan masyarakat. Selain itu, solusi ini juga mendorong agar pelaku menyadari kesalahannya dan diharapkan tidak mengulangi lagi tindak pidana.

“Sehingga masyarakatpun terlindungi dari pengulangan tindak pidana atau residivisme. Ini merupakan semangat yang diusung oleh restoratif justice atau keadilan restoratif,” urai Heni.

Penerapan keadilan restoratif, lanjut Heni, harus berfokus pada pemulihan. Dan hal ini telah diterapkan pada kasus anak serta jelas berdampak pada pengurangan hunian.

Heni juga mengajak peserta forum untuk belajar dari negara lain seperti Belanda. Di sana, tutur Heni, Recclaserring Belanda atau kalau di Indonesia dikenal dengan Bapas punya peran penting.

“Mungkin kita pernah mendengar rumor penjara di Belanda kosong, faktanya bukan kosong sama sekali, atau pelanggar hukum tidak ditindak,” terang Heni.

Faktanya tindakan hukum yang dilakukan lebih mengarah pada tindakan hukum non pemenjaraan atau pidana alternatif. Kolaborasi penegak hukum, pemerintah kota dan stakeholder terkait disatuakan dalam satu sistem yang disebut ZSM.

“Sehingga saat terjadi satu perkara semua pihak tersebut dapat langsung bekerja dengan tusinya, kalau di kami contohnya Bapas akan langsung membuat litmas yang akan dibutuhkan oleh APH lain untuk pertimbangan putusan, sehingga proses hukum dapat berjalan cepat dan tepat,” jelas Heni.

Untuk itu, Heni mengajak peserta rakor dilkumjapol beserta jajaran pemasyarakatan berkomitmen memberikan dukungan penuh. Dan siap untuk lebih berkontribusi pada peran Sistem Peradilan Pidana dalam mengurangi overcrowding untuk kepentingan terbaik masyarakat. (*)